Meningkatkan Perhatian terhadap Penyakit Lupus

Kamis kemarin, dunia memperingati Hari Lupus sedunia. Hari Lupus petama kali dicanangkan di New York pada tanggal 10 Mei 2004. Setiap tahun berganti, menghadirkan suatu harapan baru bagi para odapus (penderita Lupus) di dunia, khususnya di Indonesia. Lupus atau penyakit yang secara medis dikenal dengan nama lengkap Lupus Eritematosus Sistemik (LES), masih merupakan penyakit yang menakutkan.

LES atau Lupus ini merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan aktivitas sel darah merah putih berlebihan sehingga menjadi overacting dan menyerang organ tubuh sendiri. Lupus ini juga mengenai banyak organ tubuh dan memiliki manifestasi klinis yang sangat bervariasi sehingga dikenal juga dengan nama “penyakit seribu wajah”. Gejala klinis lupus dapat berupa kelainan kulit, kelainan di saluran pencernaan, paru-paru, jantung, hati, ginjal, pembuluh darah, tulang dan sendi, kelainan darah, sistem saraf dan lain-lain. Penyakit Lupus ini bersifat kronis dan ditandai dengan adanya remisi (masa penyakit tidak bergejala) dan eksaserbasi (masa penyakit memperlihatkan gejala yang khas).

Kurangnya pengetahuan mengenai penyakit Lupus ini, baik di kalangan dokter maupun masyarakat secara umum, membuat pandangan yang salah terhadap penyakit ini. Lupus masih dianggap sebagai penyakit aneh atau penyakit menular yang berdampak negatif bagi para odapus. Akibatnya dapat dibayangkan! Tidak jarang penderita Lupus ini dijauhi bahkan dikeluarkan dari pekerjaannya, dan ada yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya.

Perkembangan ilmu dan pengetahuan, melalui penelitian-penelitian klinis berskala besar mengenai penyakit ini di tingkat internasional sudah sangat pesat. Namun, dampaknya bagi masyarakat Indonesia, dan di Bandung khususnya masih sangat memprihatinkan. Angka harapan hidup selama 5 tahun setelah seseorang penderita didiagnosis menderita penyakit Lupus di dunia secara umum meningkat. Di negara maju, didapatkan data angka harapan hidup ini meningkat dari 50% pada tahun 1960-an menjadi sekitar 90% pada tahun 1990-an. Namun, perkembangan selanjutnya tidak menunjukkan kemajuan yang menggembirakan sampai saat ini, terutama di negara-negara yang masih berkembang, seperti di Indonesia.

Di Indonesia sendiri, belum ada data pasti mengenai angka harapan hidup penderita Lupus ini. Menurut salah seorang pakar pemerhati Lupus di Bandung, selama satu tahun terakhir, angka kematian penderita Lupus adalah sekitar 23 orang. Angka tersebut jelas masih sangat memprihatinkan. Penyebab kematian para odapus tersebut bermacam-macam seperti gagal ginjal, gagal jantung, kelainan paru, kelainan saraf/otak, kelainan darah, infeksi, dan sebab lainnya.

Kemajuan teknologi kedokteran dan pekembangan yang pesat dalam pengobatan penyakit Lupus ini di dunia, sebenarnya sudah sangat membanggakan. Adanya ketimpangan yang besar antara negara maju dan negara kita disebabkan banyak hal. Diantaranya kurangnya pengetahuan terkini mengenai penyakit tersebut, baik pada kalangan medis maupun di kalangan masyarakat secara umum. Masalah sosioekonomi yang sangat berbeda, terutama dalam hal tunjangan asuransi yang sudah sangat berkembang di negara maju.

Hal ini sangat berperan bagi harapan hidup seorang odapus karena obat-obat baru yang dapat memperbaiki kualitas hidup dan perjalanan penyakit Lupusnya, masih sangat mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat di Indonesia. Selain itu, dukungan sosial juga masih sangat kurang, keadaan ini menambah keprihatinan bagi para odapus. Di saat seorang odapus mengalami perburukan dari penyakitnya, yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari masyarakat sekitarnya, baik di lingkungan pekerjaan, sekolah, atau bahkan di keluarga. Kenyataannya justru masih banyak odapus mendapat tekanan lain yang memberatkan.

Berkaitan dengan peringatan hari Lupus se-Dunia ini, sebenarnya adakah yang dapat kita lakukan untuk memperbaiki keadaan tersebut? Penyakit Lupus ini dapat mengenai siapa saja, diri kita, saudara kita, tetangga kita, sahabat kita, atasan, atau anak kita. Odapus dapat mengenai semua orang, baik dari kalangan masyarakat dengan tingkat sosioekonomi rendah atau bahkan dari kalangan tingkat sosioekonomi tinggi. Odapus dapat mengenai orang biasa bahkan sampai para artis atau dokter sekalipun.

Masalah penyakit Lupus ini, bukan hanya menjadi masalah bagi kalangan medis dan para odapus, tetapi sudah menjadi masalah masyarakat secara umum. Sebenarnya sudah banyak usaha-usaha yang dilakukan oleh kelompok pemerhati Lupus, yang terdiri dari para dokter ahli, dokter umum, paramedis, farmasi, keluarga pasien dan pasien sendiri, bahkan dari masyarakat secara umum. Kegiatan tersebut di antaranya telah diselenggarakan berbagai seminarr mengenai penyakit Lupus dan penanganan terkini tidak hanya untuk kalangan medis, tetapi juga untuk masyarakat awam. Penyuluhan-penyuluhan juga telah dilakukan oleh para mahasiswa yang ikut prihatin mengenai penyakit Lupus ini, bekerja sama dengan organisasi pemerhati Lupus seperti Yayasan Syamsi Dhuha di bandung atau dengan Yayasan Lupus Indonesia.

kemajuan yang sangat membantu para odapus dalam penatalaksanaan penyakit Lupus ini adalah dengan masuknya beberapa obat baru ke dalam obat askeskin (asuransi kesehatan untuk masyarakat miskin) yang sangat berperan dalam memperbaiki penyakit Lupus ini. Obat-obat tersebut sebelumnya tidak terjangkau oleh masyarakat secara umum karena harganya yang relatif mahal. Hal ini terwujud berkat dukungan ibu Menteri Kesehatan, Dr. Dr. Siti Fadilah Supari, Sp.J.P., pada acara Audiensi PB Perhimbunan Reumatologi Indonesia dengan kerja sama dari “Care for Lupus” Yayasan Syamsi Dhuha pada tanggal 20 juni 2006.

Meskipun kemajuan tersebut sangat menggembirakan, tetap masih banyak keterbatasan fasilitas pengobatan bagi para odapus ini. Harapan kami sebenarnya, semoga perhatian pemerintah terhadap para odapus ini tidak berhenti sampai disana. Di hari-hari mendatang, semoga tidak hanya para penderita Turbekulosis dan HIV-AIDS yang mendapat dukungan penuh dari pemerintah, untuk mendapat pengobatan yang maksimal, bahkan seumur hidup.

Masih banyak kegiatan yang tidak akan pernah berhenti dilakukan oleh para pihak pemerhati Lupus ini di Indonesia, untuki selalu menimba ilmu dan pengetahuan tebaru dalam penetalaksanaan penyakit ini. Pada tanggal 21 Mei hingga 29 Mei (2007) nanti, akan dikirm beberapa delegasi dari kelompok pemerhati Lupus seperti perewakilan dari “Care for Lupus” Yayasan Syamsi Dhuha, Yayasan Lupus Indonesia, dan juga Perhimpunan Reumatologi Indonesia.

Di Rumah Sakit Hasan Sadikin pun telah dibuka klinik khusus penderita Lupus ini, setiap hari Sabtu yang melibatkan kerja sama dan peran aktif dari berbagai dokter ahli yang terkait dengan penyakit ini. Selain itu, penelitian-penelitian yang berkaitan dengan penyakit Lupus ini, baik tentang perkembangan penyakit maupun pengobatannya masih terus dilakukan baik di tingkat internasional maupun di tingkat nasional, khususnya di Bandung ini.

Hari lupus sedunia hanya merupakan satu hari, di antara ratusan hari lainnya. Namun dengan peringatan ini, kami harapkan parrtisipasi aktif baik dari kalangan medis dan dari kalangan masyarakat secara umum untuk selalu meningkatkan pengetahuannya tentang penyakit Lupus ini, dan juga bantuan lain baik moril maupun materiil, tentunya diharapkan dapat ikut memperbaiki kualitas hidup para odapus di masa yang akan datang. Mari kita selalu memanjatkan doa, semoga itikad baik ini mendapat rahmat dari Allah swt, dan dibukakan jalan bagi para ahli untuk mendapatkan obat terbaik dan terjangkau oleh para penderrita odapus di negeri tercinta kita ini…….#OP110507B#

Dr. Sumartini Dewi, Sp.P.D., M.Kes.,Anggota Kelompok Pemerhati Lupus dari klinik Lupus Bandung. (PR)

Comments
One Response to “Meningkatkan Perhatian terhadap Penyakit Lupus”
  1. Anita berkata:

    Penyakit lupus sudah hampir sama dengan kanker, dan belum ada obatnya. Saat ini banyak yang menawarkan pengobatan herbal, tetapi itu belum dapat dipertanggungjawabkan secara medis

Tinggalkan Balasan ke Anita Batalkan balasan